Rabu, 15 April 2015

esai

Dari sabun mandi hingga kopi pagi

Suatu hari anda berjalan ke sebuah supermarket, anda menemukan bermacam barang yang dijual, tersusun dengan rapih. Anda dan pengunjung lain dimanjakan dengan informasi yang mudah diakses. Disana terdapat tulisan besar yang memberikan informasi kepada calon pembeli tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan hal yang tertulis pada tulisan besar tersbut. Jika anda menuju pada tulisan besar tentang “Alat Rumah Tangga”,  lalu akan ditemukan di dalam rak-rak (slot) berbagai macam barang keperluan rumah tangga yang terkelompok secara rapi ke dalam berbagai entitas barang dan atribut harga.

Ambil contoh misalnya alat rumah tangga dengan entitas “sabun”, pada rak sabun tersebut akan ditemui berbagai jenis sabun, sabun mandi, sabun cuci  dan seterusnya. Pada setiap kelompok sabun tersebut dikelompokkan kembali berdasarkan produsennya, dan dari kelompok produsen dikelompokkan lagi ke dalam kelompok harga, begitu seterusnya sampai kelompok terkecil yang mungkin dibentuk.

Begitulah Informasi, ia tersusun dari data-data. Mirriam webster.com[1] (kamus berbahasa inggeris secara online) menjelaskan bahwa informasi adalah  1. Pengetahuan yang diperoleh melalui investigasi, studi, atau instruksi,  2.Intelligensia, dan berita, 3. Fakta dan data. Jadi tulisan besar yang terpampang di supermarket yang menunjukkan fakta dan data tentang tulisan tersebut disebut informasi. Informasi tentang sabun.

Baik, anda kemudian mengambil beberapa buah sabun yang diperlukan dari slot yang tersedia, masukkan ke dalam keranjang belanja, kemudian anda menuju kasir. Tak perlu dibahas tentang antrian karena antrian sudah pasti menganut paham FIFO (firts in first out). Mungkin akan dibicarakan pada saat yang lain. Kembali, setelah sampai di meja kasir, biasanya sang kasir akan bertanya apakah anda memiliki member card?

Sejenak ingatan kita dibawa saat membuat member card, gratis, dan hanya menyerahkan foto kopi identitas diri (KTP, SIM, atau sejenisnya) dan dilayani oleh senyuman seorang pramuniaga yang cantik. Ketika KTP diserahkan padanya, maka data pribadi anda telah diserahkan, sebagai imbalannya nanti akan mendapat bermacam bonus yang sepertinya menarik dan menyenangkan.

Member card bukan hanya di supermarket, di dunia bisnis layanan publik umumnya menyediakan atau menganjurkan pelanggannya untuk membuat member card.Dari member card, terhimpun data pelanggan yang berasal dari bermacam hal, dan ketika terjadi transaksi (seperti tatkala mambayar sabun), maka akan terjadi banyak korelatifitas yang dapat digali (mining data) antara pelanggan dan yang dilanggani. Berapa frekwensi pembelian sabun dalam satu bulan, triwulan, semester dan dalam setahun. Dalam frekwensi belanja sabun tersebut akan digali lagi jenis sabun apa yang sering dibeli, perbandingan antara tiap item sabun yang dibeli pada periode tertentu untuk mengetahui prioritas pelanggan dalam membeli sabun, dan lain-lain.

Dalam skala yang lebih luas, akan diperoleh informasi bisnis intelligen tentang perilaku pelanggan sebuah supermarket, trend belanja mingguan, bulanan dan even-even tahunan seperti hari-hari besar. Dari trend yang diperoleh, manajer supermarket mendapatkan data yang dapat ditawarkan: 1. Kepada para pemegang saham, manajer dapat menawarkan bahwa ia memiliki pelanggan tetap yang besar dengan tingkat belanja yang memadai. 2. Kepada perusahaan-perusahaan lain, dapat menyewakan ruangan untuk melakukan kegiatan – kegiatan promosi pada even-even tertentu. 3. Dapat lebih cepat memprediksi waktu break event time, merencanakan keuntungan dan bonus untuk pelanggan dan karyawan.

Perusahaan supermarket mendapatkan banyak keuntungan finansial dan non finansial yang dapat dieksplorasi lebih dalam lagi. Semua berasal dari member card yang gratis, dan anda mendapat penghargaan berupa discount sekitar 20% (mungkin setelah diadakan rekayasa harga barang). Senada dengan member card di supermarket, pelanggan dapat menjual rutinitas penerbangannya misalnya.  Kita ambil contoh, Garuda Indonesa menawarkan 4 (empat) jenis kartu keanggotaan, yang disebut Garuda Frequent Flyer (GFF), GFF Blue, GFF Silver, GFF Gold dan GFF Titanium[2]. Cathay Pacific dengan Marcopolo Membershipnya menawarkan empat model membership, Green, Silver, Gold dan Diamond, dengan bermacam bonus yang bakal diterima yang semuanya mewah pada kelasnya masing-masing. Rutinitas penerbangan menjadi lebih menguntungkan?.

Well (baiklah), pemilik mamber card dan pemilik usaha, “merasa” diuntungkan. Tapi dimanakah sebenarnya sumber keuntungan itu berasal? Data. Anda menjual data diri dengan imbalan bonus berupa diskon atau fasilitas lebih baik (mewah) yang bakal diterima dari perusahaan. Murah kan? Perusahaan kemudian dapat “menjual” data pelanggannya kepada pemilik modal (investor) untuk mendapatkan suntikan dana segar, dapat melakukan forecasting secara lebih akurat dan akuntabel (keuntungan yang bersifat intangible). Lebih dari itu secara illegal mungkin data anda dapat “bocor” ke beberapa perusahaan iklan yang menjanjikan promosi murah melalui pesan singkat di handphone atau email (yang ini kadang mengesalkan).

Jadi data yang anda berikan pada customer service cantik itu sangat mahal nilainya. Data adalah asset berharga. Informasi usaha yang mengalir dan menghidupkan sebuah perusahaan,  keputusan-keputusan penting dalam manajemen, yang dapat saja mengakibatkan pembiayaan sampai dengan milyaran  atau lebih, atau keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupan ribuan karyawannya, atau keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pelayanan pelanggan. Semua berasal dari data.
Dalam perspektif informasi data adalah informasi yang masih mentah atau tidak terorganisir (seperti huruf, angka atau simbol), yang merujuk atau mewakili suatu ide, kondisi, atau benda. Data tak terbatas, ia ada di mana-mana di alam semesta. Dalam perspektif komputer data adalah simbol atau sinyal yang diimput, disimpan dan diproses, sehingga menghasilkan sesuatu informasi yang dapat digunakan[3].

Lebih dari itu data adalah performance, ia menunjukkan tentang tampilan sebuah sosok yang sesungguhnya. Data juga adalah capaian, sebuah prestasi yang dicapai oleh suatu aktivitas, prestasi positive yang membuat senyum semua orang, atau prestasi negatif yang memurungkan muka banyak orang. Data adalah zat yang merepresentasikan eksistensi sebuah benda atau tubuh. Jika data tersedia dengan rapih, tertata, terkelola, terberdayakan, maka body yang ditampakkan pasti keren abis.
Dengan demikian data ialah ruh (tetapi apakah ruh adalah data?), yang menggerakkan kehidupan moderen.

Dalam sebuah laporannya, Sathyanarayanan Palaniappan, seorang direktur konsultasi pada  Cognizant Business Consulting’s Banking and Financial Services Practice, menyebutkan bahwa Northen Trust (perusahaan penjaminan keuangan) telah menyediakan sampai dengan $ 1,7 milyar selama tiga tahun terakhir untuk mendukung deliveri informasi dalam bidang pelayanan aset dan manajemen aset. State Street sedang mempersiapkan bisnis baru pada solusi informasi yang disebut Global Exchange, yang akan fokus pada memberikan analisis data dan solusi kepada klien pada tahun 2014. Mereka terlibat dengan klien dalam membahas kemungkinan kasus penggunaan sampai November 2013. State Street menghabiskan $ 80.000.000 per tahun[4].

Dalam sebuah artikel online tentang Big Data, Kate Incontrera, pada tanggal 16 Pebruari 2015, memposting sebuah artikel yang berjudul:” Big Data Investments: Opportunities Behind the Buzz”, ia mengutip ucapan yang disampaikan oleh Juan Enriquez direktur manajer Exel Medic Ventures, dalam sebuah video[5];
“Kemajuan terbesar dari kehidupan kita adalah evolusi bagaimana kita berkomunikasi ...mulanya dari berbicara dalam bahasa ABC, menjadi bahasa 1 dan 0*)”
Seorang teman memahami bahwa data sangat penting ketika sedang menjalankan sebuah program  aplikasi karena pada saat itu data diinput, diproses dan menjadi keluaran. Dari data yang dimasukkan kemudian disimpan lalu keluarlah printout sebuah struck belanja. Sehingga ia berseloroh untuk apa perlu biaya besar untuk sebuah proses yang hanya menghasilkan sejenis struk belanja, bahkan struk itu acapkali dibuang orang ketempat sampah.

Pendapat seperti ini patut mendapat apresiasi. Ada loncatan pemahaman dari sekedar menganggap aplikasi sebagai kalkulator besar kepada proses penyimpanan. Ada loncatan kedewasaan dalam memahami pentingnya data dalam informasi meski tetap masih belum dewasa.

Proses manajemen memang menarik, para ahli bidang manajemen sepakat bahwa manajerial adalah skill and art. Penggunaan keahlian dan seni tidak dapat di plot dengan jelas, sehingga tak ada seorang manajerpun yang dapat mengatakan bahwa skill hanya untuk manajemen A, dan seni untuk manajemen selain A. Keduanya berstimulasi secara bergantian, saling melengkapi dan saling mendukung secara intuitif. Bertahun-tahun pendapat ini tak terbantahkan dan semuanya baik-baik saja.

Ini memang wilayah penelitian yang sangat menantang, idiom manajemen adalah gabungan antara keahlian dan seni sudah menjadi postulat yang hampir absolutely right. Tantangan terletak pada pembuktian bahwa dengan data yang akurat keahlian dan seni menjadi lebih terbantu jauh lebih baik, efisien dan efektif.

Daniel Katz, mengelompokkan skill dalam manajemen ke dalam tiga hal[6], 1. Conceptual Skill (Keahlian Konseptual), memungkinkan seorang manajer untuk memvisualisasikan seluruh organisasi dan bekerja dengan ide-ide dan menghubungkan antara banyak konsep yang bersifat abstrak. 2. Human Skill (kemampuan berkemanusiaan) atau sering juga disebut human realtion skill yaitu keahlian yang memerlukan komunikasi dan perhatian untuk membangun hubungan dengan orang lain. 3. Technical Skill (Keahlian teknik), kemampuan untuk dapat melaksaakan pekerjaan dengan benar, yaitu kemampuan teknis, kemampuan prektek, penggunaan peralatan dan proses pekerjaan yang dibutuhkan oleh karyawan di garis depan di wilayah fungsional manajer. Sedangkan sebagai seni Mary Perker-Follet, menganggap manajerial adalah seni mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan.

Peran data dalam menajemen seperti yang dikemukakan di paragraf sebelumnya jelas berada diluar area keilmuan manajemen, data merupakan tool yang akan digunakan ketika sang manajer melaksanakan fungsi-fungsi manajerialnya. Artinya penggunaan data sebagai alat bantu manajemen bergantung sang manajer, subyektif. Maka jika orang yang berkata bahwa ia dapat menjalankan bisnisnya tanpa seperti uraian di atas, orang tersebut benar.

Dalam skala yang kecil data menjadi tidak nampak, namun tetap mengalir dan diperlukan. Bahkan seorang penjual mie dipinggir jalan akan melakukan analisa “ringan” atas prestasi penjualannya selama periode tertentu, sebelum ia mengambil langkah misalnya untuk pindah tempat atau pindah usaha, menambah komposisi bumbu dapurnya untuk meningkatkan citarasa mie jualannya. Meskipun data yang ia gunakan tidak di collect dan dikomputasi dengan bantuan teknologi informasi.
Tukang mie dipinggir jalan tadi, merupakan titik terendah dan perusahaan berskala enterprise adalah titik optimal penggunaan data dalam manajemen. Skalabilitas penggunaan data akan memberi pengaruh terhadap pandangan dan keputusan investasi bidang teknologi informasi. Semakin besar data yang menghidupi sebuah perusahaan semakin besar investasi yang harus ditanamkan untuk teknologi informasi. Namun tak dapat dibalik, bahwa semakin besar investasi teknologi informasi maka semakin besar data yang mengalir.  

Skalabilitas penggunaan data dan investasi TI,  merupakan persoalan paradigma ketika seseorang mengadopsi teknologi informasi. Persoalan ini tak ubahnya ketika membeli sabun di supermarket tadi. Anda dapat saja membeli semua jenis sabun dari berbagai merek lalu sehingga nampak bahwa anda setiap hari memakai sabun. Anda dapat saja membeli semua sabun sebanyak uang yang anda miliki, tapi hal itu tidak otomatis mengubah anda menjadi wangi.

Sekalipun kita minum kopi setiap hari tidak akan mengubah kita menjadi hitam.....





[1] http://www.merriam-webster.com/dictionary/information
[2] http://garudaku.blogspot.com/2013/08/keuntungan-menjadi-member-gff-garuda.html
[3] http://www.businessdictionary.com/definition/data.html
[4] The Economic Value of Data: A New Revenue Stream for Global Custodians, Cognizant 20-20 Insights november 2013
*)catatan: 1 dan 0 adalah menunjuk bilangan biner yang merupakan bentuk enkripsi atau enkapsulasi data yang dihubungkan dalam media tranciever alat komunikasi elektronik.

[6] http://study.com/academy/lesson/what-are-conceptual-skills-in-management-definition-lesson-quiz.html

Senin, 13 April 2015

cloud, makalah seminar nasional

PENGGUNAAN FRAMEWORK CISCO
SEBAGAI KERANGKA PENERAPAN TEKNOLOGI CLOUD COMPUTING
PADA PERGURUAN TINGGI
Oleh Wahono: Pranata Komputer pada IAIN Raden Intan Lampung

Abstrack
Tekhnologi cloud computing sangat populer saat ini, banyak organisasi dan institusi bersungguh-sungguh menaruh minat untuk menggunakannya . Alasan efisiensi dan efektifitas menjadi salah satu pertimbangan utamanya, dalam melayani pengelolaan sistem informasi manajemen dengan skala yang lebih besar.
Perguruan tinggi sebagai lembaga yang bergerak dibidang pendidikan tinggi, memiliki layanan dengan skalabilitas dan segmentasi pegguna yang luas. Sudah selayaknya mempertimbangkan penggunaan teknologi cloud computing sebagai basis pelayanannya.
Beberapa vendor telah menyediakan framework cloud computing sebagai kerangka untuk mengimplentasikannya, salah satunya adalah framework yang dirilis oleh cisco. Konsep Implementasi cloud computing yang dirancang dengan menggunakan framework cisco pada perguruan tinggi adalah aplicable dan sesuai dengan karekteristik sistem informasi perguruan tinggi.
Kata Kunci: Cloud Computing, Cisco Cloud Computing Refference Framework,  Peruguran Tinggi

Abstract
Cloud computing technology is very popular today, many organizations and institutions earnestly interested to use it. Reasons of efficiency and effectiveness to be one of the main considerations, in serving the management of information systems management with a larger scale.
Universities as institutions engaged in higher education, has a service with the scalability and wider user segmentation. It is appropriate to consider to using cloud computing technology as a basic of his ministry.
Some vendors have provided a framework for cloud computing as a framework to be implemented, one of these  frameworks are released by Cisco. The concept of the cloud computing implementation that designed by  Cisco's  framework in a college are aplicable and in accordance with the characteristics of information systems in universities.
Keywords: Cloud Computing, Cloud Computing Cisco Refference Framework, University



1.     Pendahuluan
Dalam evolusi teknologi komputasi pemrosesan informasi telah bergeser dari mainframe personal komputer (pc) ke server centris komputer ke Web. Saat ini banyak organisasi yang serius untuk mempertimbangkan menggunakan komputasi awan.[1] Berdasarkan riset Kai-Uwe Ruhse, CISA, PCI QSA dan Maria Baturova (Maret 2012), salah seorang manager senior dan konsultan pada lembaga Protiviti Jerman (www.protiviti.de), dari beberapa studi kasus proyek cloud computing yang memperlihatkan perubahan kepada cloud computing menunjukkan terjadinya banyak perubahan keputusan strategis dan penting bagi para manajer TI. Perencanaan strategis SI/TI yang telah berjalan perlu dikaji ulang terkait dengan pemilihan skenario penggunaan layanan cloud computing yang sesuai[2].
TI memainkan peran penting dalam pendidikan. Dalam proses belajar mengajar, TI  menyediakan makna baru dalam penyampaian (materi pelajaran), unsur yang lebih beragam dari konten, perbaikan manajemen proses pengajaran dan fleksibilitas pembelajaran (any time/any where). Dalam penelitian akademik, TI menyediakan sejumlah besar  informasi dan referensi dan memungkinkan data yang akan dengan mudah dan cepat dikumpulkan, dianalisis dan berbagi dengan orang lain. Dalam komunikasi, TI menawarkan fleksibilitas yang tinggi dan komunikasi yang mudah dan cepat. Dalam proses administrasi, TI memberikan kemampuan untuk mengelola dan mengendalikan puluhan ribu siswa melalui sistem yang akurat dan aplikasi[3].
Saat ini hampir 70% lembaga pendidikan tinggi di Amerika Utara telah mengalihkan (atau sedang proses peralihan) sistem email mereka ke cloud. Sekitar 50% telah mengadopsi kolaborasi sistem berbasis cloud untuk melakukan improvisasi, berbagi informasi antar kampus. Lembaga pendidikan tinggi sekarang telah menemukan point-point solusi untuk merekrut mahasiswa, manajemen bakat, penelitian, administrasi dan penggalangan dana di dalam cloud. Level cloud berbasis enterprise juga telah tersedia.[4]
Penerapan cloud computing secara umum tidak akan terlepas dari konsepsi dasar tentang cloud computing tersebut. Dari banyak karya ilmiah dibidang komputasi awan, sebagian besar mendasarkan diri pada konsepi komputasi awan yang di keluarkan oleh NIST[5]. Kecuali IBM yang telah menambahkan satu bentuk layanan yang diberi nama Business Prosess as a Service (BPaaS)[6]. Gambar 1 berikut ini menggambarkan tentang konsepsi dasar komputasi awan, yaitu

Gambar 1. Visual model komputasi awan NIST
Pada gambar tersebut, komputasi awan adalah sebuah bentuk sistem komputasi yang memiliki
1.     Karakter dasar :Broad Network Access, Rapid Elasticity, Measured Service, On Demand Service, dimana seluruh sumberdayanya tersatukan.
2.     Model Layanan: Software as a Service (SaaS), Platform as a Service (PaaS), Infrastruktur as a Service (IaaS).
3.     Deployment Model : Public Cloud, Private Cloud, Hybrid Cloud, dan Community Cloud.
Memperhatikan tulisan Mohammad A. Rashid, dkk (2002) yang berjudul “The Evolution of ERP Systems: A Historical Perspective[7], dapat dipahami bahwa cloud computing merupakan milestone (tonggak sejarah) ke enam dari perkembangan era komputasi,  artinya sebelum beralih ke model cloud computing sangat besar kemungkinan terlah digunakan model komputasi berbasis enterprise arsitecture yaitu merupakan kegiatan pengorganisasian data yang dipergunakan dan dihasilkan oleh organisasi yang mencakup tujuan proses bisnis dari organisasi tersebut[8].
Beberapa vendor teleh menyediakan framework sebagai acuan ketika seseorang atau perusahaan hendak beralih sistem ke cloud. IBM merilis CCRA (Cloud Computing Refference Architecture)[9], NIST RA (NIST Refference Architecture)[10], ORA (Oracle Conseptual RA)[11], HP Cloud System reference architecture[12], dan Cisco cloud reference architecture[13]. Sebagai framework, mereka berfungsi sebagai konsep kerangka berfikir dan bertindak dalam mengadopsi teknologi cloud di lingkungan kerjanya. Demikian halnya bagi perguruan tinggi yang berfikir untuk mengalihkan teknologi komputasinya. Sebuah studi perbandingan telah di lakukan oleh Demeke Gebresenbet Bayyou (2013), dan pada kesimpulannya menyebutkan bahwa setiap vendor menggunakan refference architecture yang berbeda[14]. Sehingga membutuhkan kehati-hatian dan pertimbangan yang cermat dalam mengadopsi cloud computing.

2.     Rumusan masalah
Dari beberapa model framework arsitektur cloud yang tersedia, akan memerlukan pendalaman untuk menyesuaikan dengan persoalan dan kebutuhan komputasi, terutama bagi perguruan tinggi di Indonesia, dan mengkaji setiap framework merupakan hal yang menarik untuk dilakukan. Akan tetapi oleh karena keterbatasan yang ada maka memilih salah satu framework untuk di analisis dan dikaji akan memberikan konstribusi yang cukup bermanfaat.
Oleh karena itu penelitian ini akan membatasi permasalahan pada bagaimana penerapan framework Cisco bagi perguruan tinggi.

3.     Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan komputer bidang cloud computing dan diharapkan bermanfaat bagi para akademisi, praktisi dan perguruan tinggi dalam mempelajari serta menerapkan teknologi cloud computer.
  
4.     Tinjauan Pustaka
Samsul Anuar Mohtar dkk (2013)[15] telah melakukan penelitian tentang bagaimana lembaga pendidikan mengadopsi cloud sebagai sarana manajemen pendidikan. Ia membandingkan cloud dengan tradisional computer dan memberikan solusi langkah-langkah strategis tentang peralihan ke sistem cloud. Samuel Con dkk (2012)[16], melakukan penelitian tentang cloud computing untuk mendukung penerapan belajar di Southern Polytecnic State University, Amerika Serikat. Ia melakukan studi dasar desain infrastruktur cloud computing di perguruan tinggi, dan berkesimpulan bahwa (1) cloud computing saat ini dapat di sarankan lebih lanjut untuk diterapkan di Sekolah Komputer dan Rekayasa Perangkat Lunak, (2) Konstruksi sebuah ARN (Academic Resource Network) untuk mempromosikan, menguji, pengembangan dan penelitian, dapat dijadikan pengaruh terbaik sebagai sumberdaya penelitian. (3) Arsitektur yang ditawarkan layak, terukur, dapat ditelusuri. (4) Studi lebih lanjut mengindikasikan untuk memberikan penilaian sepenuhnya dan menerapkan cloud computing dalam mendukung pendekatan interdisipler pada teknologi informasi dan sistem.
Mohammed Al-Zoube (2009)[17] telah melakukan penelitian tentang e learning berbasis cloud, ia menyimpulkan bahwa teknologi cloud computing dapat di exploitasi, generasi selanjutnya dari peralatan platform yang independen dan menyediakan media penyimpanan e learning yang besar untuk memberikan layanan pembelajaran formal dan informal yang cerdas. Dia juga menambahkan bahwa satu set teknologi ini memiliki potensi yang jelas untuk mendistribusikan aplikasi-aplikasi antar device secara lebih luas dan sangat mengurangi biaya komputasi secara keseluruhan.
Marinela Mircea and Anca Ioana Andreescu (2011),[18] telah melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang implementasi cloud computing di perguruan tinggi, dan kemudian menyimpulkan bahwa meskipin dikritik dan memiliki kelemahan, namun cloud computing harus tetap jalan. Situasi ekonomi saat ini akan memaksa semakin banyak organisasi setidaknya untuk mempertimbangkan mengadopsi solusi cloud. Universitas telah mulai mengikuti inisiatif ini dan ada bukti yang menunjukkan penurunan signifikan pada beban (pembiayaan) akibat implementasi solusi cloud.
Achmad Solichin, dkk (2012)[19], telah mempublikasikan hasil penelitiannya tentang permodelan arsitektur TI berbasis cloud untuk perguruan tinggi di Indonesia. Penelitiannya menggunakan pendekatan togaf untuk membangun sebuah teori enterprise sistem dan kemudian ditransformasikan ke dalam arsitektur cloud computing, tidak menggunakan salah satu framework arsitektur yang dikembangan oleh vendor melainkan membangun arsitektur sendiri dengan berbasiskan pada analisa kebutuhan sistem informasi pada perguruan tinggi.
Simon Petrus Sibayang, dkk (2013)[20] melakukan penelitian peningkatan kualitas informasi perguran tinggi melalui komputasi awan, kemudian ia menyimpulkan, bahwa penerapan cloud computing bisa jadi merupakan solusi yang menjawab kebutuhan institusi pendidikan akan teknologi informasi yang efektif dan efisien. Solusi ini dapat menunjang proses belajar mengajar untuk institusi yang memiliki sumber daya terbatas, baik dari segi modal, sumber daya manusia,. Beberapa tantangan yang harus dihadapi untuk mengimplementasikan teknologi ini di Indonesia diantaranya adalah masalah keamanan dan keterbatasan bandwidth. Fredi Susanto, dkk (2012)[21], meneliti penggunaan cloud computing di perguruan tinggi dari sudut efisiensi pembelajaran online.
Dari tinjauan pustaka tersebut permasalahan yang dibahas pada penelitian ini belum pernah dilakukan.

5.     Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur, yaitu mengkaji tulisan yang berkaitan dengan Cisco cloud computing arsitecture framework, dan karakteristik penggunaan teknologi informasi di perguruan tinggi di Indonesia. Kajian meliputi aspek-aspek yang berkaitan dengan karakteristik dasar cloud, serapannya terhadap karakteristik penerapan TI di perguruan tinggi di Indonesia dan ketersediaan Cisco cloud computing arsitecture framework terhadap karakteristik penerapan TI perguruan tinggi di Indonesia.

6.      Hasil dan Pembahasan
 A.       Karakteristik arsitektur cloud computing untuk Perguruan Tinggi di Indonesia.
Karakteristik IT di perguruan tinggi di Indonesia diberntuk berdasarkan tuntutan internal dan eksternal yang harus dipenuhi. Menurut Veronica S. Moertini[22], arsitektur perguruan tinggi di Indonesia.


Gambar 2. Arsitektur Informasi Perguruan Tinggi (sumber: Veronica)

Sementara itu, Ahmad Solichin, dkk (2012)[23], memetakan aplikasi perguruan tinggi di Indonesia sebagai gambar berikut ini,
Tabel 1. Struktur Aplikasi Perguruan Tinggi (sumber A. Solichin)

Kemudian dari hasil pemetaan tersebut, ia mentransformasikan ke dalam bentuk karakteristik cloud computing sebagai berikut:
Gambar 3. Struktur Cloud Computing Perguruan Tinggi (sumber A.Solichin)
Dari kedua hasil penelitian tersebut diperoleh pengetahuan bahwa arsitektur informasi perguruan tinggi di Indonesia. Apabila ditransformasikan ke dalam model Deployment Cloud, terdapat beberapa aplikasi yang bisa diakses publik dan hanya diakses internal kampus, dan masih mungkin untuk di akses sebagai komunitas tertentu seperti komunitas alumni perguruan tinggi. Ketiga model deploymen tersebut di ilustrasikan dalam bentuk tabel berikut ini.

Deployment Model
Aplikasi
Public Cloud
SPMB, Sistem Informasi Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Jurnal on line, Informasi Berita Kampus (Web kampus)
Private Cloud
SIAKAD, SI Perpustakaan, SI Laboratorium, SI Kepegawaian, SI Inventory (BMN), SI Perencanaan, SI Keuangan, SI Laporan Akademik (EPSBED), e learning
Community Cloud
SI ALUMNI (Ikatan Alumni Information center)
Tabel 2. Struktur Deployment Model Cloud Perguruan Tinggi

Dengan kata lain, bahwa karakteristik deployment model perguruan tinggi di Indonesia bersifat Hybrid, yaitu penggabungan antara public cloud dan private cloud serta (masih bisa dikembang) community cloud.
Dari penelitian Veronica di atas, diketahui bahwa setiap sistem informasi yang dikembangkan merupakan berbasis pada pengolahan data atau berbasis data perguruan tinggi, ia mengelempokkan basis data[24] tersebut sebagai berikut:
   1) BD Operasional. BD Operasional mengelola data yang diakses dan diubah oleh sistem-sistem informasi di perguruan tinggi. BD Operasional terdiri dari banyak tabel yang berisi data transaksi yang dilakukan oleh para pengguna sesuai dengan kewenangannya.
    2)     BD Referensi Umum, Perguruan tinggi dan Penjaminan Mutu. BD ini berfungsi untuk menyimpan dan mengelola seluruh data referensi yang tidak sering berubah, misalnya data kota, propinsi, fakultas, program studi, parameter mutu, dll.
    3)     BD Borang berisi data agregat / ringkasan (pada berbagai tingkat) dari data yang tersimpan pada BD Operasional dan selalu bersifat up to date. SI Penjaminan Mutu mengakses BD ini. BD Referensi PM berisi data referensial, yaitu dokumen prosedur, standar penjaminan mutu, pedoman evaluasi mutu, parameter, bobot, indikator kualitas dan dokumen-dokumen lain yangdiperlukan untuk penilaian terhadap pemenuhan standar-standar mutu. BD Operasional Penjaminan Mutu menyimpan data transaksional hasil evaluasi penjaminan mutu.
   4) Data warehouse berisi data agregat yang terklasifikasi, dikonstruksi dari BD Operasional untuk menjamin kebenaran dan kekinian data melalui proses extract, transform, clean, load (ETCL).

B. Framework Cisco Cloud
Framework cloud computing yang dikembangkan oleh Cisco System™, disebut sebagai Cisco Cloud Refference Architecture Framwork, untuk membedakan penyingkatan kata dengan framework yang dikembangkan oleh IBM yaitu Cloud Computing Refference Architecture Framework (CCRA), maka dalam tulisan ini untuk framework cisco dsingkat CCRAF.
CCRAF dibagi dalam beberapa layer, yaitu

Gambar 4. Cisco Cloud Computing Architecture Refference (sumber: Cisco System™)
Dari gambar framework di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
    1)     Lapisan paling bawah konsep cloud Cisco dapat di masukkan sebagai Infrastuktur sebagai sebuah layanan (IaaS). Pada lapisan ini proses virtualisasi jaringan komputer dan storasi data dilaksanakan. Virtualisai meliputi virtual server, virtual swicthhub, virtual komputer dan virtual penyimpanan. User dapat mengkofigurasi sendiri besar kecilnya jaringan yang akan dibangun, jumlah server yang dibutuhkan, jumlah workstation yang dibutuhkan dan seberapa besar kapasitas penyimpanan yang dibutuhkan. Pada lapisan ini user dapat memanajemen dan memonitoring jaringan layaknya pada jaringan nyata, meskipun konsepsinya berbasis enterprise (berskala besar).  
   2)     Pada lapisan kedua, adalah lapisan sistem pengamanan (security) konfigurasi keamanan terhadap akses data dalam storage dan akses jaringan dilaksanakan di lapisan ini.
    3)     Lapisan ketiga adalah lapisan orkestrasi, yaitu penyeimbangan kinerja akses terhadap jaringan dan storage. User dapat mengkofigurasi besarnya kapasitas dan kecepatan akses sesuai dengan aplikasi dan sistem delivery-nya.
 4) Lapisan keempat adalah lapisan sistem delivery atau sistem penghantaran, user dapat mengkonfigurasi sistem penghantaran ke dalam jaringan dan penyimpanan data. User dapat memilih sendiri sistem operasi baik untuk vPC, maupun vServer, yang telah di konfigurasi di lapisan Infrastruktur. Pada lapisan ini juga user dapat mengkofigurasi sendiri pilihan web server, apakah berbasis Windows™, Linux™, atau yang lain yang dikuasai oleh user.
  5) Sedangkan lapisan yang paling atas, adalah lapisan yang berhbungan langsung dengan pengguna cloud. Pada lapisan inilah, kegiatan-kegiatan berbasis software di laksanakan.

C.       Arsitektur Cloud Perguran Tinggi berbasis CCRAF
Dengan menggabungkan antara konsepsi Veronica, dan konsepsi Ahmad Solichin, kemudian ditransformasikan ke dalam model framework cisco akan diperoleh gambar sebagai berikut:



Gambar 5. Framework Arsitektur Cloud Perguruan Tinggi berbasis CCRAF

Gambar tersebut menjelaskan bahwa :
    1)     Infrasturktur jaringan perguruan tinggi dikelola dilapisan paling bawah, oleh seorang administrator jaringan. Ia bertugas untuk membuat virtualisasi sistem jaringan, seperti virtualisasi server, virtualisasi komputer dan virtualisasi penyimpanan (storage).
   2)   Pada lapisan inilah seorang adminsitrator jaringan memutuskan untuk memilih basis server yang akan dipakai sebagai pendukung infrastruktur jaringan, apakah ia berbasis Windows, Linux, atau yang lain.
  3)  Manajemen basis data juga dilaksanakan di lapisan ini, administrator bertugas untuk menetapkan basis data yang paling sesuai dengan platform, disini diperlukan komunikasi dengan manajer platform. Agar terjadi kesesuaian antara kebutuhan dengan ketersediaan.
  4)Disamping itu administrator juga bertugas melakukan sistem keamanan jaringan untuk menjamin bahwa data dalam storage, dan pengelolaan server hanya dapat diakses oleh orang yang diberi hak untuk itu.
   5) Kemudian agar terjadi keseimbangan dan optimalisasi arus transaksional data, arus aplikasi ke server seorang administrator harus mengkofigurasi orchestrasi akses, yaitu agar terjadi efisiensi waktu dalam mengakses data dan server.
  6) Pada layer (lapisan) selanjutnya penyediaan platform, pada layer ini, sistem dikelola oleh seorang administrator Platform. Tugas dan fungsi utama dari manajemen di layer ini adalah menetapkan platform yang paling tepat untuk pengembangan aplikasi. Untuk itu ia harus berkomunikasi dengan manajemen aplikasi agar terjadi kesesuaian, disamping harus berkomunikasi dengan manajemen jaringan agar disiapkan server sesuai dengan kebutuhan.
   7) Platform manajer, mengkofigurasi server untuk menyediakan layanan-layanan yang dibutuhkan atau yang disediakan bagi aplikasi yang dikembangkan di perguruan tinggi.
   8)  Layer berikutnya atau lapisan yang paling tinggi adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan pengguna sistem. Pada lapisan ini manajer software (perangkat lunak). Ia bertugas untuk mengelola, merancang, mendesain dan melaksanakan sistem informasi manajemen yang dibutuhkan.
  9) Manajer Perangkat lunak bertanggung jawab untuk memutuskan aplikasi yang akan ditetapkan sebagai layanan public yang dapat diakses oleh publik, layanan private, yang dapat di akses hanya oleh internal perguruan tinggi, dan layanan yang hanya dapat diakses oleh kelompok tertentu, mislanya alumni.

6.     Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa cloud computing merupakan sebuah langkah lanjut yang sangat baik bagi perguruan tinggi dengan beberapa pertimbangan antara lain aspek ekonomis, yang dapat menghemat belanja barang modal komputer dan jaringan, menciptakan green computer yang ramah lingkungan dan kemudahan akses.
Ciso Cloud Computing Refference Architecture Framework, dapat diadopsi dengan baik bagi perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi yang memiliki sumber daya yang terbatas.
Untuk dapat mengadopsi cloud computing perguru tinggi minimal membutuhkan 3 orang administrator untuk dapat mengelola Virtualisasi Jairngan, Virtualisasi Platform dan Manajemen aplikasi.

7.        Saran
Penelitian ini masih terbatas pada perkiraan kebutuhan sistem informasi dan pengelolan data di perguruan tinggi. Masih diperlukan penelitian lebih mendalam untuk kebutuhan sebuah perguruan tinggi, sesuai dengan kemampuan perguruan tingggi tersebut.
Sangat penting untuk melakukan penelitian perbandingan framework dengan framework lain, sebelum mengadopsi CCRAF dari Cisco System™, agar diperoleh gambaran yang tepat baik dari sisi efisiensi dan kemudahan pengelolaan.




[1] Crowe Horwath, “Enterprise Risk Management for Cloud Computing” COSO Juni 2012
[2]Berkah I. Santoso,” Cloud Computing dan Strategi TI Modern” Komunitas Cloud Computing Indonesia, 2012
[3] Shamsul Anuar Mokhtar, Cloud Computing in Academic Institution, ACM 978-1-4503-1958-4, 2013
[4] ……., “The Cloud: A Smart Move for Higher Education” White Paper by www.ellucian.com
[5] Peter Mell dan Timoty Grance “The NIST Definition of Cloud Computing” NIST 2011
[6] Gerd Breiter “IBM Cloud Computing Architecture: Beberapa Aspek Pilihan”, IBM Corp. 2011
[7] Mohammad A. Rashid dkk, “The Evolution of ERP Systems: A Historical Perspective” Idea Group Publishing, 2002
[8] Kuswardani Mutyarini,dkk, “ Arsitektur Sistem Informasi Untuk Institusi Perguruan Tinggi di Indonesia,” Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia 3-4 Mei 2006,
[9] Gerd Breiter “IBM Cloud Computing Architecture: Beberapa Aspek Pilihan”, IBM Corp. 2011
[10] Peter Mell dan Timoty Grance, ibid
[11]Mark Wilkins, “Cloud Foundation Architecture, Release 3.0” Oracle, 2011
[12] HP White Paper, “Understanding the HP CloudSystem Reference Architecture”, Hewlett-Packard Development Company, 2011
[13] Cisco White Paper, “Cisco Cloud Reference Architecture Framework”, Cisco System 2011
[14] Demeke Gebresenbet Bayyou ddk, “Cloud Computing Reference Architecture from Different Vendor’s Perspective”, International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering, Volume 3, Issue 11, November 2013
[15] Shamsul Anuar Mokhtar, ibid
[16] Samuel S. Conn, dkk, “Cloud Computingin Support of Applied Learning:Abaseline Study of Infrastructure Design at Southern Polytechnic State University” Proceeding of the Information System Educations Conference New Orleans, USA 2012
[17] Mohammed Al-Zoube dkk, “E-Learning on the Cloud”, International Arab Journal of e-Technology, Vol. 1, No. 2, June 2009
[18] Marinela Mircea and Anca Ioana Andreescu, “Using Cloud Computing in Higher Education: A Strategy to Improve Agility in the Current Financial Crisis” IBIMA Publishing, 2011
[19] Ahmad Solichin, dkk “Permodelan Arsitektur Teknologi Informasi berbasis Cloud Computing untuk Institusi Perguruan Tinggi di Indonesia”, Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan 2012
[20] Simon Petrus Sibayang, dkk,”Peningkatan Kualitas Informasi Perguruan Tinggi melalui Penggunaan Pangkalan Data Berbasis AWAN” Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi, 2013
[21] Fredi Susanto, dkk, “Cloud computing sebagai Solusi Efisiensi dalam Sistem Pembelajaran Online Perguruan Tinggi”, Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan 2012.
[22] Veronica S. Moertini, “Pengembangan Sistem dan Sarana Teknologi Informasi untuk Perguruan Tinggi Indonesia”, Rapat Umum Anggota APTIK, Bandung, 10-12 Maret 2008
[23] Achmad Solichin, dkk, ibid
[24] Veronica, ibid